TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah atau KPPOD, Robert Endi Jaweng menilai rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan harus diikuti oleh perubahan dalam paradigma berpikir pejabat negara. Perubahan ini dinilai menjadi merupakan salah satu syarat agar pemindahan ibu kota bisa mengurangi ketimpangan ekonomi antar daerah.
Salah satunya yaitu mengubah orientasi politik anggaran agar lebih banyak ditujukan kepada daerah. Di dalamnya, termasuk mengalokasikan dana transfer ke daerah yang lebih besar. “Mungkin karena terlalu lama di Jakarta, enggak terbuka pikirannya,” kata Robert dalam diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 24 Agustus 2019.
Menurut Robert, otonomi daerah yang telah berlangsung sejak 2004 terbukti belum bisa mewujudkan pemerataan ekonomi antar daerah. Sebab, sebagian besar dari kegiatan ekonomi masih saja terpusat di Jawa. Sekitar 60 persen dari penyumbang Pendapatan Domestik Bruto atau PDB nasional, kata Robert, masih berasal dari Jawa.
Sebelumnya, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan pemindahan ibu kota dan pusat pemerintahan dari Jakarta ke Kalimantan memang ditujukan untuk mengurai ketimpangan ekonomi antar wilayah di Indonesia. Dari catatan Bappenas, 58,49 persen dari Pendapatan Domestik Bruto atau PDB nasional selama ini disumbang dari Pulau Jawa saja.
Namun, kebijakan ini bukanlah satu-satunya upaya untuk mengatasi ketimpangan tersebut. “Saya enggak bilang satu-satunya,” kata Bambang dalam diskusi di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Rabu, 10 Juli 2019.
Institute for Development of Economic and Finance atau Indef melakukan riset mengenai dampak pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Pulau Kalimantan terhadap kinerja perekonomian sektoral,regional, dan nasional. Dua lokasi menjadi simulasi dalam riset ini yaitu Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, dua daerah yang sering disebut menjadi ibu kota baru pilihan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Dari hasil riset ini, Indef menyimpulkan pemindahan ibu kota hanya akan menguntungkan provinsi tujuan, tapi belum tentu mengurangi ketimpangan di provinsi lain. “Temuan kami, pemerataan tidak akan tercapai segampang itu, karena bicara distribusi kue di regional gak semudah itu, ini kan bukan memindahkan pabrik, tapi lebih banyak memindahkan aktivitas pemerintahan,” kata Peneliti dari Ekonom Rizal Taufikurahman dalam paparannya di ITS Tower, Jakarta Selatan, Jumat, 23 Agustus 2019.